Paksaan untuk Bisa Terbiasa
Paksaan untuk Bisa Terbiasa
“Ah, dia ma ngerjainnya karena terpaksa nggak ikhlas ” mungkin itu adalah salah satu kalimat yang terkadang kita dengar dari seseorang ketika ada orang lain yang mengerjakan sesuatu yang positif. Kata “ terpaksa“ terkadang membuat saya berhenti melakukan atau memulai sesuatu yang positif, “dari pada negerjainya terpaksa, ntar dikira sombong malah nggak dapet pahala, mending nggak usah sekalian”.Sampai suatu ketika, teman saya bilang “kadang tu ikhlas perlu di paksa”.
Masa iya ikhlas harus dipaksa ?
Mungkin sedikit aneh jika kata ikhlas di sandingkan dengan kata paksa, tapi memang di sadari atau tidak untuk melakukan atau bahkan memulai sesuatu pekerjaan yang positif kadang harus di antarkan dulu dengan paksa.
|| Baca juga : Alasan memilih pesantren dari pada kos
Sedikit bercerita tentang apa yang saya pernah alami sewaktu tinggal di pesantren. Dimana di sana sudah sangat lumrah (biasa) bagi sebagian besar santri untuk melakukan sholat dhuha tiap pagi. Mungkin bagi sebagian orangpun melakukan sholat dhuha adalah hal yang biasa apalagi bagi para santri, tapi nyatanya saya pribadi itu adalah hal yang sangat sulit di lakukan, apalagi harus istiqomah ( continuos ) tiap hari tanpa putus.
Di pesantren kami sekolah madrasah di mulai tepat pukul 08.00 WIB, lah biasanya sebelum berangkat santri akan selalu menyisikan waktu antara jam 7 sampai setengah 8 untuk melakukan sholat dhuha.
Sholat Dhuha merupakan sholat yang dikerjakan pada saat naiknya matahari setinggi tombak sampai dengan waktu zawal (menjelang sholat dhuhur). Jumlah raka’atnya minimal 2 raka’at, boleh empat raka’at dan yang paling utama delapan raka’at.
Melihat banyaknya santri yang selalu melakukan ritual sholat menjelang berangkat sekolah rasanya kok malu jika saya tidak melakukannya. Disinilah saya memulai memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang menurut sebagian besar santri adalah hal yang biasa saja.
Tiap pagi sebelum memulai beraktifitas sekolah saya sisihkan waktu untuk sholat, walaupun itu adalah terpaksa. Tetapi itu terus saya kerjakan, alasanya simple pertama karena memang mungkin malu dengan teman-teman yang selalu aktif dengan 2 raka’atnya dhuha. Kedua, saya memaksakan diri untuk belajar continuos dalam melakukan ibadah sunnah Nabi.
Aktifitas itu pun saya lakukan terus menerus sebelum berangkat sekolah, tanpa di sadari rasanya getun ( menyesal ) jika tidak melakukan sholat dhuha walaupun toh cuma 2 raka’at. Dengan di awali paksaan itu pun sholat dhuha sudah menjadi rutinitas harian yang harus dilakukan. Seiring berjalan nya waktu di iringi dengan pengetahuan tambahan ilmu agma serta mengetahui fadilah-fadilah (keutamaan) dari sholat dhuha menjadikan paksaan itu seakan luntur dengan sendirinya.
|| Baca juga : Islam bukan negara perang
Mungkin cerita singkat ini hanya salah satunya saja sesuatu yang bermula dari paksaan hingga menjadi hal yang biasa dilakukan. Banyak mungkin contoh lain yang bisa merubah sesuatu untuk bisa menjadikan terbiasa dalam melakukan hal-hal yang positif, yang pasti menurut saya terkadang memang harus di awali dengan paksa sesuatu yang di anggap tabu untuk kita lakukan agar menjadi terbiasa.
Seperti banyak ungkapan “sekeras-keras nya batu, jika di hantam setetes air terus menerus nantinya batu itu pun akan hancur”. Atau “witing trisno jalaran soko kulino” yang secara garis besar mengartikan dengan Istiqomah sesuatu pekerjaan akan terasa enteng di kerjakan hingga kita sendiri nantinya akan mencintai pekerjaan itu sendiri.
Semoga bermanfaat apa yang saya tulis, salah kata mohon di “NGAPURO” (dimaafkan).
Post a Comment for "Paksaan untuk Bisa Terbiasa"